Powered By Blogger

Minggu, 07 Desember 2008

sketsa terpidana

untuk satu dosa masa lalu
tanggalkan sejenak kekuatanmu

biarkan raga terkurung jeruji

dan tiga tembok membisu

dalam fragmen jiwa terpasung
kebebasan serupa kerak-kerak daki

membungkah menutupi poripori imaji

menghitam dalam jelaga tanpa suara

gurat-gurat wajah penuh sesal
membiaskan alpa atas peristiwa

bersama mimpi yang terkubur
dalam kubangan aib dan nista

sisakan hari-hari penebusanmu
dalam pertemuan yang berulang

ketika sipir menjemputmu

pada tetamu di ruang tunggu

anjingmu

tumpahkan nasimu pada sehelai daun nangka
lemparkan pada anjing anjing penunggumu
biarkan mereka santap tanpa sisa
nasi dan sayur basimu

lalu masihkah kau tanya
tentang sifat dan nalurinya?
cukup jelas dan nyata
hanya pemakan segala

........................................................

titik pertemuan

janji yang terpahat di altar cinta
seperti menorehkan cinta bersama janji terpatri
lewat sentuhan jemari asmara berapi
mengalir dari hulu ke hilir batinku

tangan yang berjabat merapat bersama ucap khidmat
terlantun menggema di ruang janji sehidup semati
di titik pertemuan dua hati berbeda
ijinkan aku mengayuh kemudi hidup baru

dan musim pun memasuki babak baru
merajut mimpi melewati gerimis pengharapan
menaklukan emosi disejenak kemarau perselisihan
meninggalkan kata tawar
lalu meretas kata menjadi bernyawa


di titik pertemuan hati
kita akan selalu betemu
menyuburkan buahbuah yang tlah tumbuh
menjadikannya hiasan di hati kita

persinggahan tertunda

tak hendak menepi
tak hendak menyeberang
tak dapat kuraih lagi
hanya terdiam
dimainkan gelombang

ingin kubawa jauh berlayar
kemudian menemukan pantai di pagi hari
namun angin berhembus menghindar
meninggalkan senja termangu sendiri

takkan kudapati pantai diujung sana
tuk membuat jejak jejak kaki baru
tanpa meninggalkan luka
karena aku masih di sini

kuingin kembali
di lain hari
pastikan perahu berlayar lagi
menuju persinggahan tertunda

di puncak gairah

kaki melangkah di pelataran pertokoan
desiran angin menerpa tubuh kesepian
gairahku memuncak mencium wangi
menggelitik nafsuku yang kian menjadi

kau memang terlarang buatku
semestinya ku tak menyentuhmu
ah...tapi...
kau begitu menggoda
baiknya kunikmati saja

di puncak gairah nafsu
tangan ini memeluk erat
lidah menjilat tubuhmu
hingga gairah wafat

durian bintan
kau jadi pelacurku
kubayar tuk memuaskan nafsu
di puncak gairahku

VA-2

aku tlah berguru
pada perjuangan
membenamkan vonis
menjadi pukaumu

dari duniamu
perlahan merenggang
meninggalkan fantasi
dan ketidakacuhan


satu musim terlewati
selepas uji diri
air mata terkirim
tlah menjadi bait pembangkit


entah tumpah cerca
dari bibir kering wanita tua
kau tetap tersenyum
mencabik setiap keraguan



VA -1

letihkah kamu?
menelusuri dentang denting waktu
tentang sebuah catatan perjalanan
menyemaikan satu harapan membuncah

satu saat ini
lepaskan igau belenggu itu sesaat
pulaskan tidurmu pada pelukan malam
lupakan sesiang waktu yang tlah terurai

di garis fajar
saat malam mencair bersama luruhan kabut
takarlah sisa perjalanan waktu
dari setiap jengkal langkah hingga tujuan

Jumat, 05 Desember 2008

kesunyian malam

terbangun di tengah keheningan
saat mimpi buruk mengusik
membuat ku tersadar
masih berselimut kabut malam
yang sedang beranjak pergi

dingin yang menusuk
membuat mata ini tak lagi terpejam
bersama pandangan mata pudar
ketakutan menyeruak
pada dinding hati yang rapuh


aku berdiri,
seperti merasa di dunia lain
kegelisahan mengintip
diantara celah jendela hati
menubuhkan rasa kehilangan
akan sesuatu yang tlah pergi

,,,,,,ketika jam menunjukkan pukul 03.35,,,,
,,,,,,malam menyimpan misteri kehidupan dari-Nya,,,

secawan derma murka

tetesan kebecian
kuperas dari gemuruh ledakan otak
berbalut pitam dari gelap hati
kutawarkan pada sebuah perjamuan
tanpa tatakrama

"datanglah ke sini! dalam ruang pertentangan
tanpa norma !"

kan kusambut dengan lantang
bersama amarah terbakar
dari mulutmu yang berdebu dusta
biarkan hatimu tercabik
hujam kata kebencian

secawan derma murka
lahir dari gelap jiwa berkeping
teguklah sekejap
sebelum lumpur iba mengering
menjadi sebuah penghakiman

....menjadi sabar atas kesalahan org lain itu tak mudah......perlu perjuangan utk mengendalikan amarah...

di satu malam liar

aku mencium wangi parfum
semerbak bercampur kepulan asap
aroma alkohol kian menyengat
diantara derai tawa wanita nakal
mengundang hasrat liar lelaki

senyum manis tersungging
menggoda gairah
diselingi desah bibir basah
menelanjangi gelap di di tiap sudut
mengoyak dingin malam
dalam riuh pesta menuju pagi

lelaki mata keranjang
mencari persinggahan
terbuai kehangatan tubuh
melumat khayalan tumpah
terperangkap nafsu menggeliat

wajah orang kesepian
terbujuk rayuan gombal
bersama dentuman musik
yang menghentak kuat
memuja malam yang kian panas

" cukup....
bukan di sini tempatku,
aku tak memuja liarnya malam"

jenuh

kau...
menyentuhku perlahan
lalu membisikkan keengganan
membuat rasa menjadi rapuh
seperti daun luruh
yang perlahan terjatuh ke tanah

kau....
mendekapku erat
membuat nafasku sesak
lalu membiuskan pemikiran
terlelap, tak menguraikan kata
menjadikan sunyi sebagai selimut hati

kau...
menghampiriku kini
lalu menyumbat ruang ide
menyempitkan ruang emosi
terpenjara, diam tak mau berontak
dan terhenti di satu titik

kau adalah penat
yang membuat lidahku enggan berucap
terdiam tak merangkaikan kata
kau adalah jenuh
yang membuat semangatku letih
tersisih dan termangu sendiri

janji matahari

malam tlah menjemput senja
meninggalkan diary hujan
tentang sebuah janji
hadirmu esok pagi

kau tlah menitipkanku pada bulan
menyinari sisi hati memendam rindu
dalam selimut hening senyap
hingga subuh menjelang

janjimu matahari
esok kan datang dengan pelukan
menghangatkan tubuh dengan sinaran
mengusir gelap kerinduan

kuingin basah

desahmu kutangkap
mengusik gairah
aku yang gerah
merindui belaimu

lalu kaki terayun
tuk mendekatimu
kuingin basah
dalam pelukanmu

"sayang...."
untuk kali ini
kuingin variasi
kutak mau dinginmu

dekaplah aku erat
biarkan kuterbuai
dalam kehangatan

mandiku sore ini

Rabu, 03 Desember 2008

rasaku mati

mulut gagu
lidah beku
terbunuh tarian waktu
satu cinta layu

sukma kejang
jiwa meradang
rindu terpanggang
lalu terbuang

mata nanar
cahaya tak berbinar
sinar terbias dan pudar
redup tak menembus layar

rasaku mati
hanya sajaksajak sunyi
yang menyeberangi mimpi
di satu malam tanpa arti

hanya bisa menemani

andai aku bisa mengubahnya
takkan kubiarkan waktu berlalu
berjalan sendiri di tiap perjuangan
mengubah belenggu takdir duniamu

tapi ku hanya bisa menemani
menyingkirkan duri pembatas
dua dunia kita yang berbeda

peluklah aku,
jika letih mendera
ku kan menuntunmu
melewati jalan terjal berliku
hingga saat diujung waktu
mempertemukan dunia kita
di satu titik kebahagian

...ketika seorang bocah berjuang mengalahkan syndrom hyper active autism...

Edisi Mahasiswa

Sore ini, selepas bermain sepak bola di lapangan sekitar Kampus, beberapa teman kost telah duduk berkumpul di lorong yang memisahkan kamar-kamar kost kami yang saling berhadapan.

Disini memang tersedia dua buah bangku kayu panjang, dimana aku dan mereka biasa duduk santai dan bercerita tentang peristiwa di kampus maupun hal lain yang terjadi.

Dan pertandingan tadi adalah pertandingan sepak bola terakhir menjelang bulan puasa karena esok hari adalah hari pertama bulan Ramadhan.

"Keliatannya cederamu parah," kataku kepada Haris sambil kuperhatikan luka
memar yang ada di lututnya.

"Lumayan, waktu Eddo men-tackling kaki gue dari belakang tadi memang posisi gue jatuh nggak siap brur". jawabnya sambil meringis seperti menahan perih lukanya.

"Lapor polisi aja bang, lukamu parah"celetuk Busur sekenanya

Sontak kami tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

Mahasiswa seangkatanku ini berasal dari Lampung dan satu kamar dengan Haris,anak ini memang lucu dan suka bercanda.

Tuhan memang sepertinya sedang berbaik hati mengirimkan mahluk lucu ini sebagi salah satu penghuni kost kami.

Badannya yang pendek namun kekar menjadi bentuk yang sempurna ketika dilengkapi dengan rimbunan rambutnya yang keriting.
Sosok yang membuat kami tersenyum terlebih dahulu sebelum dia mulai bicara.

"Bise aje lu ngledek , gue kepret juga lu!" kata Haris dengan aksen betawinya, meski kadang membuat kami menahan senyum geli karena logat Tegalnya tak bisa disembunyikan.

"Sudah,sudah, kalian nih bercanda terus. Sebentar lagi maghrib mending kalian segera mandi dan mempersiapkan diri untuk sholat taraweh perdana nanti malam," tiba-tiba perkataan itu terdengar dari bibir Bang Shobur, senior kami yang merupakan anak tingkat tiga.

Melihatnya seringkali aku merasa minder, Bang Shobur adalah tipe mahasiswa kutu buku sekaligus seorang aktifis rohani Islam sedikit berbeda denganku yang bertipe mie instant alias baru belajar ketika mendekati ujian semester.

"Nanti malam taraweh dimana?" tanyaku sambil kunyalakan rokok yang dari tadi kupegang.

"Biasanya aku di Masjid Baitul Maal, lebih khusuk disana meskipun hanya delapan rakaat."
jawab Bang shobur sambil mengelus jenggot kesayangannya.

"Emang kalau di musholla sebelah kost kita berapa rakaat?"tanyaku serius

"Delapan belas rakaat tapi justru lebih cepat selesai dibanding di Masjid Baitul Maal" jawab Bang Shobur lagi.

"Ah...sama aja kan delapan atau delapan belas yang penting niat kita, trus imamnya Pak Haji Sanian?" tanya Harris sambil memandang Bang Shobur.

"Iya, imamnya bapak kost kita itu, kalian mau sholat dimana?" tanya bang Shobur kepada kami sambil tersenyum.

"Mushollaaaaa sebelahhhhhh...." jawab kami bertiga serentak sambil tertawa.

"Ya udah, sekarang siapa duluan mau mandi? aku dulu ya.!!"kata Busur sambil berlari menyambar handuk yang diletakkan di gagang pintu kamarnya.

Tanpa dikomando kami pun berlomba mengambil perlengkapan mandi kami masing-masing sambil berlarian kearah kamar mandi yang hanya berjumlah dua buah diujung lorong untuk memperbutkan giliran mandi pertama.

*****

Malam itu setelah sholat Isya' , kami bertiga telah rapi berbaris rapi di shaff ketiga dari belakang di Musholla yang terletak tepat di sebelah rumah kost.

Musholla ini telah dipenuhi warga sekitar Jalan Kalimongso maupun mahasiswa yang tinggal di sekitar Musholla ini.

"Rame juga ya..."bisikku sambil memandang ke arah Haris.

"Namanya juga minggu pertama, masih semangat" jawabnya ringan.

"Hushhh ! diem napa sih kalian berisik amat!!" sela Busur sambil nyengir menghentikan pembicaraanku.

"Halah, belum juga mulai". jawabku sambil mengelus rambut kesayangan Busur.

Sesaat setelah kami menghentikan pembicaraan, muadzin mengumandangkan khomad tanda sholat taraweh dimulai.
Kami pun segera berdiri dan memulai shalat taraweh berjamaah di Musholla itu.

Rakaat demi rakaat terlewati tanpa terasa, dan tibalah kami pada rakaat kedelapan. Setelah imam mengucapkan salam kedua sekaligus menutup rakaat itu tiba-tiba beberapa orang yang ada dibarisan depan shaff kami beranjak meninggalkan barisan mereka dan bergerak keluar meninggalkan musholla.

"Mau kemana mereka?" tanyaku pada Haris yang berada di sebelah kananku.

Tanpa menjawab pertanyaanku Haris berlari kecil meninggalkanku kemudian mengikuti orang-orang yang keluar tersebut.

"Yuk, susul Haris!" kataku sambil menepuk lengan Busur yang masih kebingungan.

Dan setelah mengambil sendal jepit di tangga musholla kulihat Haris sedang berbincang dengan salah seorang yang meninggalkan musholla lebih awal tadi di halaman musholla itu.

"Edisi Mahasiswa.!!" tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulut Haris ketika mendekatiku.

"Apa maksudnya?" tanyaku penasaran sambil mengikuti langkahnya menuju kost.

"Tunggu, nyeker gue nih,sandal gue hilang!!"kata Busur mengikuti kami.

"Hahahaha...ada-ada aja sih nasib sialmu." kataku sambil tertawa diikutin senyum Haris yang mengiyakan.

"Eh, apa maksud edisi mahasiswa tadi?" tanya Busur penasaran.

"Delapan rakaat kita makmum sholat Taraweh di Musholla setelah itu sholat witir kita lanjutkan di kamar masing-masing" jawab Haris sambil tersenyum.

"Oh...itu yang kamu bicarakan dengan orang tadi di depan musholla tadi ya?" tanyaku pada Haris.

"Iya, itu tadi kakak kelas kita bilang kebiasaan mereka selama ini begitu." jawab Haris sambil membuka pintu kamar kos.

Kejadian itu awal dari kebiasaan kami bertiga mengikuti sholat Taraweh di musholla sampai dengan minggu terakhir sebelum libur lebaran dengan sholat Taraweh yang kami sebut dengan "Edisi Mahasiswa".


suratku pada hujan

kutulis surat ini pada hujan yang tak pernah kunjung datang...

apa kabarmu?
kuharap kau merindui menyapa bumi
kekasihmu yang tak pernah jemu
bertahan dengan semua ceritamu

saat bersedih,
air matamu deras tak henti mencurah
meluap bandang mengguncang
kasihmu tak berpaling

hingga waktu berganti hari
kau datang membawa kisah bahagia
menyapa lewat rinai hujan tenang
menjadikan bungabunga mekar di sini

kini, tigabelas sabtu tlah terlewati
sejak pertemuan terakhir kita
tidakkah kau merinduiku?
kan kudengar apapun ceritamu

................................................................

24 Oktober 2008, 14.43

Selasa, 02 Desember 2008

beliung gundah

jiwa letih
seperti daun luruh
layu tersapu gelisah resah
jatuh melemas raga

semesta hati terhuyung
goyah diterpa beliung gundah
rebah lalu tersungkur
menjadi guguran tanpa keceriaan

beliung gundah menyelusup
menusuk dalam kecemasan
menggerus impian tertanam
menyisakan kepingan kenangan